Tahukah teman-teman ada satu hal yang membuat saya menjadi “jatuh cinta” pada Solo. Hayo siapa tahu angkat tangan? Lho-lho kok banyak yang gak angkat tangan, hihi. Nggak tahu kan? Penasaran nggak? Masih geleng-geleng kepala pula.
Oke deh, kalau pada nggak penasaran lebih baik saya cerita saja (maksa banget). Awalnya sih nggak “ngeh” tentang hal ini. Tapi ternyata dan “akhirnya kumenemukanmu”. Sepotong mozaik perjalanan awal tahun 2011 di kota Solo.
Tanggal 31 Desember tahun 2010, tepatnya malam tahun baru, saya dan teman saya berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan di kota Solo. Ketika hendak pulang dan baru saja keluar dari parkiran tiba-tiba mesin motor mati. “Biasa, masuk angin,” kata teman saya. Akhirnya dia “menggenjot” motornya karena tidak bisa distarter. Berkali-kali menggenjot tapi hasilnya nihil, sudah hampir setengah jam dengan segala kekuatan, namun akhirnya harus menyerah pada ketidakberdayaan dalam menggenjot. Di salah satu sudut lampu merah ada sesosok hitam yang melihat kami (hitam karena kalau ada ketombe siapa takut, lholho, nggak nyambung). Saya sebut sosok hitam karena memang gelap suasananya agak gerimis, sekitar pukul 19.30 WIB.
Bapak itu pun menghampiri kami dan dengan sangat kebapakan beliau bertanya “Kenapa mbak?”. Teman saya menjawab “Nggak bisa distarter nih, Pak!. Tanpa kami minta, bapak itu kemudian mengambil alih kemudi. Pegang gasnya dan sekali genjot langsung “bruuuum,,brum,,,brum”. Saya dan teman saya hanya terpana, terpesona dan terkeima. Wow, keren banget nih bapak. Hanya terimakasih yang bisa kami ucapkan, dan perlahan kami meninggalkan tempat tersebut. Di sepanjang perjalanan sudah mulai banyak yang meniup terompet dan penjual terompet juga bertebaran di sana-sini.
Logika tidak jalan tanpa logistik. Yup. Setelah belanja kami juga lapar. Akhirnya memutuskan berhenti di salah satu warung nasi pecel madiun. Saat mau pulang, lagi-lagi kejadian tadi terulang. Motor nggak mau distarter. Teman saya mencoba menggenjot dan ternyata masih tidak mau. Datanglah kemudian bapak tukang parkir. “Sini mbak, biar saya saja, “ kata pak parkir. Hasilnya, sekali genjot langsung nyala.
“Matur suwun nggih Pak, “kata kami. “Iya mbak, hati-hati, jalannya licin,” dan Pak Parkir kemudian mengantongi uang 500 rupiah yang kami berikan. Sepanjang perjalanan pulang, saya dan teman saya berkali-kali membicarakan “Ya, Allah luar biasa, di malam tahun baru masehi ini masih ada orang-orang yang mau berbuat kebaikan”. Ketika mengingat apa yang telah kedua bapak tersebut lakukan kepada kami adalah sebuah ketulusan tanpa pamrih. Malam tahun baru itu telah mencatat kebaikan para pendekar dan pahlawan kami. Sumringah mereka tak akan kami lupa.
Solo telah menjadi sangat spesial bagi saya karena telah saya temukan kebaikan-kebaikan di berbagai sudutnya. I love Solo.
 
 
 
1 comments: